Bagi setiap orang jawa sistem kekerabatan berlainan bentuknya, ini memacu ke keadaan masing-masing. Keadaan keluarga masing-masing setiap orang jawa sangat menjadi tolak ukur untuk menjalin hubungan. Hubungan dengan anggota keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas atau besar (extended family).
Sistem kekerabatan mempunyai fungsi untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat orang jawa di daerah pedesaan menggambarkan sistem kekerabatan dengan saling bekerja sama mengakrabkan diri dan itu berkembang dari keluarga inti ke keluarga luas. Semuanya itu masih berjalan hingga sekarang. Namun orang jawa semakin lama telah meninggalkan kebiasaan adat tidak sesuai dengan sistem kekerabatan yang sejak dulu telah ditanamkan. Hanya perayaan adat istiadatlah yang masih memperlihatkan adanya sistem kekerabatan orang desa di jawa.
Berdasarkan alur waris atau trah masih digunakan bagi orang-orang desa jawa khususnya. Trah ditarik dari garis keturunan nenek moyang. Mereka dipersatukan dengan satu nama trah sesuai dengan nama nenek moyang mereka. Kesemua anggotanya sanak sederek yang tersebar dibeberapa desa. Mereka dalam anggota sanak saudara saling bekerja sama dalam acara selamatan dalam berbagai upacara pernikahan, kematian, dan penguburan. Selamatan pernikahan dengan membuat berbagai makanan. Intinya makanan disuguhkan buat para tamu undangan yang datang dan jika mereka pulang sesuai dengan adat orang jawa mereka dibekali dari rumah yang punya hajat dengan berbagai makanan. Selamatan kematian pun mereka berkumpul ditempat keluarga sanak sederek yang meninggal dan berdoa bersama sampai memperingati dari tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, tiga tahun. Diujung acara para tamu biasanya membawa makanan pula yang disebut dengan berkat. Dalam berbagai hajatan orang desa di jawa dalam menyiapkan segala sesuatunya para tetangga, sanak sederek membantu memberikan sumbangan demi menjaga kelangsungan acara dan tali silahturahmi. Namun dengan alur perkembangan secara garis alur waris, terdapat sanak sederek yang pergi dari desa mereka menanggapi hal ini dengan lebih mementingkan pekerjaan, kesibukannya masing-masing. Sehingga berdasarkan alur waris mereka menyerahkan semuanya ke sanak sederek yang masih tinggal di desa. Apalagi hubungan lewat alat komunikasi yang sekarang sudah canggih mereka jauh lebih muda menyelesaikan urusan alur waris di desa dengan kepercayaan sepenuhnya kepada sanak sederek. Walaupun seperti itu mereka masih mengingat asal tempat mereka. Dalam sistem orang jawa dalam membangun rumah yang biasanya disebut puput rumah, mereka mengadakan acara itu dengan sanak sederek dengan mengundang kaum keluarga dekat serta tetangga dekat.begitu juga dalam perayaan lebaran sering mengadakan perkumpulan dengan sanak sedhereknya. Namun jika dilihat dari perkembangan sekarang orang desa di jawa menganggap itu semua dengan partisipasi yang kurang. Mereka lebih senang mengirimkan berupa hadiah atau sumbangan dalam penyelenggaraan perayaan itu sebagai ganti kedatangannya.
Dalam pesta pernikahan jarang terjadi bentrokan karena hari pernikahan sudah diperhitungkan berdasarkan perhitungan hari-hari jawa atau hari pasaran yang dijumlahkan dari hari lahir pihak laki-laki dan perempuan. Hal ini lah yang menjadi tradisi orang jawa.
Norma pembagian harta warisan dalam masyarakat jawa harus dilakukan dalam suasana diantara para ahli waris itu harus rukun hal ini lah yang terutama yang terjadi yang nampak jarang terlihat dilaksanakan. Tanah pertanian dapat diwariskan kepada anak pria maupun anak wanita. Seorang anak wanita di jawa hanya mendapatkan hak waris setengah dari anak pria. Dalam kehidupan sekarang sering terlihat mengambil hak waris dari anak wanita.Hal ini terjadi karena pria jawa menganggap wanita tidak bisa mengolah siti garapan.Walaupun harta warisan itu tidak hanya berwujud siti garapan, masih ada rumah,ternak, harta perhiasan, orang jawa yang identik dengan benda senjata yang bisa juga sebagai harta warisan.Di kehidupan sekarang orang desa jawa sudah mulai mewariskan hartanya sejak anak-anaknya masih muda, sehingga jika hak waris tidak menyukai harta warisannya itu mereka bisa ssejak awal membalikan nama mereka sesuai degan ketentuan hukum yang berlaku.Para orang tua di jawa sering kali berpikir terhadap anak-anaknya di masa depan mereka untuk menjaga sifat gengsi terhadap tetangga mereka. Dilihat di daerah Baegelan orang yang diharuskan menyerahkan upeti kepada penguasa disebut kuli dan sebagai upahnya mereka menerima sebidang tanah jabatan. Dilihat sekarang para penggarap sawah menerima upah yang berupa uang. Pada era reformasi pemerintah menyebutkan ahli waris yang pertama dari seoarang penggarap sawah adalah suami istri baru anak prianya berdasarkan umur. Dalam pembagian hak waris harus disaksikan kepala desa dan penggarap sawah yang bersangkutan itu pun bila tidak ada hak waris harus menentukan penerima warisan dengan rapat. Sesudah perang dunia kedua para penggarap sawah yang berat sudah tidak terlihat diberbagai daerah dikarenakan dihapusnya pajak tahun 1956, hal ini lah yang memicu aktifitas para petani di Jawa.
3 komentar:
Artikelnya sudah cukup menarik, akan tetapi ukuran fontnya terlalu kecil, dibenahi lagi ya kawan , , ! !
setuju dengan komentar dari SIBOW SEMANGAT.COM ukuran font ya masih teralu kecil, mohon diperbaiki agar pembaca juga bisa lebih fokus ke materi.
Ya jelas harus bisa baca, itu syarat utamanya :DD "tetep semangat kaka"
Posting Komentar