1. IDENTIFIKASI
Kebudayaan penduduk Irian Jaya tidak merupakan suatu kesatuan, tetapi menunjukan suatu aneka warna yang amat besar. Pada umumnya dapat dibedakan antara kebudayaan-kebudayaan dari penduduk daerah Cendrawasih , penduduk pulau-pulau dan pantai teluk Cendrawasih, penduduk rawa-rawa di daerah pantai utara, penduduk pegunungan Jawa Wijaya, penduduk daerah sungai-sungai dan rawa-rawa di bagian selatan dan penduduk daerah sabana di bagian selatan.
TABEL III
Penduduk Hilir Sungai-sungai di Daerah Pantai Utara
Penduduk | Pria | Wanita | Jumlah | Berada di kota | ||
- 15 th | + 15 th | - 15th | + 15 th | |||
1940 | - | - | - | - | 4.813 | - |
1955 | 821 | 1.103 | 875 | 1.075 | 3.874 | - |
1961 | 1.103 | 1.212 | 1.078 | 1.217 | 4.610 | 839 |
1964 | 1.093 | 1.183 | 1.037 | 1.240 | 4.553 | 1.130 |
Sumber : Angka 1940 – W.F van den Berg, Memorie van Overgave van
Gezaghebber W.F van den Berg (naskah ketik).
Angka 1955 – Vademicum voor Nederlands Nieuw Guinea, 1950
Rotterdam, Nieuw Guinea Institut.
Angka 1961 dan Angka 1964 – Laporan ketik kantor Distrik Betaf.
3. BENTUK DESA DAN POLA PERKAMPUNGAN
Suatu desa di daerah Pantai Utara terdiri dari beberapaderet rumah-rumah di atas tiang yang tersusun rapi di edua tepi dari suatu jalan tengah. Banguna-bangunan pusat dari desa adalahgereja, yang biasanya merangkap menjadi tempat pertemuan umum. Kemudian biasanya ada sekolah desa dan rumah pos, ialah rumahyang bias dipakai sebagai tempat bermalam bagi patroli-patroli polisi dan pegawai-pegawai pemerintah yang sedang turned an jjuga sebagai tempat bermalam bagi orang-orang dari desa-desa lain yang sedang berjalan lalu.
4. MATA PENCAHARIAN HIDUP
Mata pencarian hidup yang terpenting dari orag Bgu adalah meramu sagu (pom).Dahulu rupa-rupanya kelompok-kelompokkekerabatan unilinealyang menduduki suatu wilayah tertentu mempunyai konsepsi yang tegas mengenai batas-batas hutan-hutan sagunya, tetapi sesudah kelompo-kelompok itu pindah dan tinggal tercampur di desa-desa baru di tepi pantai, maka lambat laun orang lupa akan batas-batas hutan-hutan sagu kelompok secara tegasdan apayang terjadi pegangan orang hanyalah hutan-hutan di mana ia sendiri hendak mengamil sagu, dimana ibunya dan saudara priya ibunya biasanya mengambilsagu.
5. SISTEM KEKERABATAN
Suatu rumah di desa Daerah Pantai Utara biasanya didiami oleh satu keluarga batih, kadang-kadang di tambah dengan beberapa kerabat lain, ialah seorang ibu atau ayah yang tua, meanntu dan cucunya atau saudaraperempuan isteri denan suaminya. Demikian walaupun komposisi kerabat yang merupakan suatu rumah tangga itu kadang-kadang brsifat keluarga luas, namun kalau diambil rata-rata jumlah anggota rumah tangga di sana, angkanya tetap kecil, ialah kira-kira 4 orang.
6. HIDUP BERKOMUNITI DAN PIMPINAN DESA
Desa di Daerah Pantai Utara dengan beberapa terkeculian umumnya menunjukkan suatu kehidupan berkomuniti yang penuh kelesuan dan sifat apatis yang amat menyedihkan. Jarang tampak adanya usaha bersama yang konstruksif untuk yang membuat hal-halyang baru. Intruksi-instruksi pemerintah sudah dianggap selesai kalau sudah diumumkan, tetapitidak di jalankan. Hari kerja bakti tetap atau hari serse, ialah hari jumat, yang juga diinstruksikan oleh pemerintah dengan maksud agar penduduk kerja untuk kepentingan umum, artinya untuk memperbaiki desanya seprti alang-alang, menyapu jalan, memperbaiki pagar-pagar, umumnyq dibanyak desa merupakan hari waktu penduduk paling aktif dari seluruh minggu.
7. RELIGI
Walaupun secara resmi penduduk Pantai Utara beragama Kristen, namun tanggapan mengenai dunia gaib dan dunia akhirat masih banyak bersal dari religi mereka yang asli. Konsepsi mengenai dunia akhirat misalnya adalah sebagai berikut: Jiwaorang mati (Fonggumu = pikiran) melepaskan diri dari tubuh dan menjadi roh (Kepka) dalam waktu yang beangsur-angsur.
8. MASALAH PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI
Sesudah uraian di atas, maka tampak bahwa pembangunan dan modernisasi dari Daerah Pantai Utara Irian Jaya dapat di mulai dari usaha memperbaiki sector produksi kopra rakyat untuk hal itu rupanya ada tiga rintangan yang harus pertama-tama diatasi, ialah
(1) kehidupan berkomuniti yang menunjukkan suatu sifat kelesuan da apatisme,
(2) soal ekuragan tenaga kerja,
(3) soal isolasi fisik karena prasarana yang buruk.
0 komentar:
Posting Komentar