1. Judul
“Pandangan Guru tentang Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ke kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terhadap prestasi siswa di SMA Negeri 2 Temanggung”
2. Latar Belakang
Dinamika pada era milenium III ini ditandai oleh fenomena globalisasi. Fenomena ini membuat banyak negara di dunia, khususnya negara berkembang dan miskin, dihinggapi
oleh kecemasan dan kepanikan. Perkembangan masyarakat atau sistem dunia dan modernisasi kian tak terbendung. Fenomena kekuatan globalisasi yang umumnya dihasilkan dan dipetik manfaatnya oleh negara maju, menjadi tantangan yang harus dihadapi bagi negara-negara berkembang. Menghadapi keadaan tersebut, hanya dua pilihan yang dapat diambil. Pilihan itu ialah menyerah dan membiarkan diri tergerus oleh arus globalisasi, atau secara cerdik mengambil manfaat dari proses globalisasi. Jika pilihan kedua yang diambil, maka kita harus memiliki kesiapan memasuki the world systems tersebut. Itu berarti, perlu dilakukan persiapan dan penataan berbagai perangkat yang dimiliki agar dapat menghadapi era tersebut dengan baik. Kunci kebertahanan dan keberjayaan suatu bangsa atau negara dalam era of human capital atau knowledge society ini terletak pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang bisa mumpuni dalam era globalisasi ini. Sumber daya manusia yang mengikuti perkembangan jaman namun tiedak diperdaya oleh perkembangan tersebut.
oleh kecemasan dan kepanikan. Perkembangan masyarakat atau sistem dunia dan modernisasi kian tak terbendung. Fenomena kekuatan globalisasi yang umumnya dihasilkan dan dipetik manfaatnya oleh negara maju, menjadi tantangan yang harus dihadapi bagi negara-negara berkembang. Menghadapi keadaan tersebut, hanya dua pilihan yang dapat diambil. Pilihan itu ialah menyerah dan membiarkan diri tergerus oleh arus globalisasi, atau secara cerdik mengambil manfaat dari proses globalisasi. Jika pilihan kedua yang diambil, maka kita harus memiliki kesiapan memasuki the world systems tersebut. Itu berarti, perlu dilakukan persiapan dan penataan berbagai perangkat yang dimiliki agar dapat menghadapi era tersebut dengan baik. Kunci kebertahanan dan keberjayaan suatu bangsa atau negara dalam era of human capital atau knowledge society ini terletak pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang bisa mumpuni dalam era globalisasi ini. Sumber daya manusia yang mengikuti perkembangan jaman namun tiedak diperdaya oleh perkembangan tersebut.
Berbagai tantangan zaman tersebut mau tidak mau berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Semestinya, pendidikan berada di garda terdepan dalam mengantisipasi dan merespon perubahan yang sedang dan akan terjadi. Namun, kenyataan kerap menunjukkan bahwa pendidikan kerap diperlakukan sekedar faktor pendukung belaka. Keadaan ini terutama terjadi di negara miskin/berkembang yang menerapkan kebijakan pendidikan sebagai trickle down effect dari bidang perekonomian. Akibatnya, dunia pendidikan kerap kedodoran, idiot, atau bahkan mati rasa terhadap perubahan yang terjadi, stagnan atau reaktif, dan hanya menghasilkan produk-produk didik yang usang dan tak berdaya dalam menghadapi derasnya perubahan zaman. Keadaan seperti itu mengakibatkan terjadinya krisis pendidikan.
Krisis dalam pendidikan memang tidak bisa dihindari. Bahkan ia akan selalu terjadi. Betapa pun keadarnya. Tidak hanya di negara-negara terbelakang/ berkembang, bahkan juga di negara-negara maju. Krisis pendidikan itu tak hanya berkenaan dengan sistem, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Pemicunya tidak semata bersumber dari persoalan domestik, tetapi juga masalah-masalah internasional lainnya, seperti perubahan lingkungan, perubahan perkembangan berpikir dan kebijakan, serta perubahan pemikiran dalam pendidikan (Coombs, 1985).
Melihat betapa penting peran kurikulum dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk merevisi, mengembangkan dan menyempurnakan desain kurikulum pendidikan Indonesia yang bisa menghasilkan proses dan produk pendidikan yang bermutu dan kompetitif. Usaha penyempurnaan kurikulum ini sudah dimulai sejak Indonesia memprokalimirkan kemerdekaanya. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa sampai sekarang pendidikan kita masih compang-camping justru karena sering terjadi perubahan kurikulum. Setiap pergantian menteri maka pasti terjadi perubahan yang buntutnya malah membuat bingung pelaku pendidikan. Padahal kurikulum seharusnya tidak boleh berubah secara radikal, ibaratnya pejabat berikutnya tinggal melanjutkan apa yang telah ditinggalkan oleh pendahulunya, tetapi mungkin karena rasa gengsi yang salah kaprah dari beliaunya sehingga agak malu hati jika tidak melakukan perubahan, alias ingin disebut meninggalkan jasa kelak. Sedikit panas dan memerahkan telinga memang tapi inilah kenyataan.
Fakta terkini tentang perubahan kurikulum adalah pergantian dari KBK ke KTSP. Pergantian kurikulum ini melahirkan beberapa masalah yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama ketidaksiapan guru sebagai pelaksana di lapangan dalam menjalankan kurikulum yang berbuah pada tidak maksimalnya pada proses maupun hasil pendidikan. Kedua standar isi pada KTSP yang yang secara konseptual masih perlu untuk direvisi atau diperjelas, karena menimbulkan kerancuan pemahaman yang pada akhirnya akan menyulitkan pengembangan kurikulum itu sendiri.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu untuk seluruh lapisan peserta didik pendidikan dasar, maka program kurikulum harus dirancang sebagai keseluruhan dari penawaran lembaga pendidikan (sekolah) termasuk kegiatan di luar kelas/sekolah dengan rangkaian mata pelajaran dan kegiatan yang terpadu. Setiap satuan pendidikan memperoleh identitas atas dasar cara mereka menjalankan program-program kurikulum yang dikembangkannya. Faktor-faktor yang menentukan isi tiap program harus muncul jauh di luar batas-batas sekolah/satuan pendidikan. Faktor-faktor itu timbul melalui kekuatan-kekuatan sosial, kultural, ekonomi, dan konsep politik. Program kurikulum pendidikan suatu sekolah/satuan pendidikan harus mewakili keseluruhan sistem pengaruh yang membangun lingkungan belajar bagi peserta didik. Program itu sendiri terdiri atas unsur-unsur tertentu yang mencakup maksud dan tujuan, kurikulum, metode pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar peserta didik.
Segi kurikulum dari program pendidikan harus meliputi hal-hal esensial yang dibutuhkan peserta didik, seperti: bidang-bidang studi apa yang akan disajikan; untuk maksud-maksud khusus apa bidang studi tersebut disajikan; bagaimana bidang studi tersebut hendak disusun dan dihubung-hubungkan; dan bagaimana bidang studi tersebut diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain, kurikulum pendidikan dasar harus dikembangkan secara terpadu dan berlandaskan kepada pengembangkan kemampuan pemecahan masalah kehidupan yang dikuasai peserta didik.
Perkembangan kurikulum yang semestinya sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yaitu
Pasal 36
– Pengembangan Kurikulum mengacu pada SNP untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional;
– Diversifikasi Kurikulum - Kurikulum disusun sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik dengan memperhatikan: (a) Iman dan taqwa, (b) akhlak mulia, (c) potensi, kecerdasan & minat, (d) potensi daerah & lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah & nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi & seni, (h) agama, (i) perkembangan global, (j) persatuan nasional & nilai – nilai kebangsaan;
Pasal 37
– Kurikulum Dikdasmen wajib memuat :
a. Pendidikan agama
b. Kewarganegaraan
c. bahasa
d. matematika
e. IPA
f. IPS
g. seni dan budaya
h. pend. Jasmani dan olahraga
i. keterampilan/kejuruan
j. muatan lokal
Pasal 38
– Kurikulum Dikdasmen dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/maderasah dibawah koordinasi & supervisi dinas pendidikan atau kantor Depag kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, dan propinsi untuk pendidikan menengah;
Perubahan ini diterapkan karena mempertimbangkan adanya latar belakang di balik perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia. KTSP disusun karena adanya beberapa latar belakang yaitu
1. Kurikulum nasional kurang menyentuh permasalahan pendidikan atau belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan potensi daerah, sekolah, masyarakat, dan peserta didik.
2. Keinginan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang merupakan centre of teaching – learning process
3. Keinginan untuk berperanserta lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam penyusunan kurikulum; dan
4. Sejalan dengan otonomi daerah bidang pendidikan, pemerintah pusat lebih banyak berperan dan berkewajiban menyusun standar – standar pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir seturut dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman selama ini dengan sistem pendidikan yang sentralistik telah menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan pun cenderung mencerabut siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan baru berupa desentralisasi yang ditanda pemberian kewenangan kepada sekolah.
Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Selain itu desentralisai juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah pusat yang berlebihan, mengurangi kemacetan-kemacetan jalur-jalur komunikasi, meningkatkan (kemandirian, demokrasi, daya tanggap, akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa). Mengacu kepada pendapat Slamet, ada dua kepentingan besar dari desentralisasi pendidikan, pertama, untuk meningkatkan kinerja pendidikan. Kedua, mengurangi beban pusat.
Menurut Abdul Kadir (2001:1) ada dua isu besar yang mengiringi pelaksanaan otonomi pendidikan, yakni dimulainya masa transisi desentralisasi pengelolaan pendidikan dan kecenderungan merosotnya hasil pembangunan pendidikan yang selama ini dicapai. Menurut Suyanto (20010 sebagaimana yang telah dikutip oleh Abdul Kadir
Bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh adalah diberlakukannya manajemen pendidikan berbasis pada sekolah (school based education) dan model perencanaan dari bawah (bottom up planning). Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan". Salah satu komponen yang didesentralisasi melalui penerapan School Based Management adalah pengelolaan kurikulum. Menurut Slamet (2005:3):
Kurikulum yang dibuat oleh pemerintah pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragaman. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan muatan kurikulum lokal.
Atas dasar inilah diperlukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum operasional sekolah. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 point (15), menyatakan, "KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan." Jadi, dalam KTSP sekolah diberikan keluwesan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan potensi sekolah. Dalam Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikeluarkan oleh Badan Tandar Nasional Pendidikan 2006.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dansumberbelajar.
Sejauh ini KTSP telah dilaksanakan di wilayah Republik Indonesia, walaupun belum merata karena berbagai faktor, antara lain faktor geografis, bahwa wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi hambatan tersendiri, faktor lain adalah kesiapan sekolah dalam mengimplementasi KTSP. Kecenderungan selama ini bahwa sekolah hanya mengharapkan kurikulum dari pusat telah menimbulkan sikap ketergantungan yang kuat, sehingga kemandirian apalagi kreativitas belum tumbuh, tentu menjadi hambatan tersendiri.
Perlu dicatat bahwa seturut dengan lahirnya KTSP, pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional untuk mengukur mutu, sekaligus menentukan kelulusan siswa. Padahal dalam KTSP tidak dikenal Ujian Nasional, karena namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum yang dikembangkan dari kebutuhan dan karakteristik sekolah. Persoalan semakin intens ketika dihubungkan dengan kepentingan bangsa dalam hubungan dengan nation character building.
Dengan adanya perubahan kurikulum yang semakin membuat bingung para pelaku pada sektor pendidikan baik pendidiknya sendiri ataupun peserta didiknya. Peserta didik kebanyakan mengalami kebingungan pada perubahan kurklum itu sendiri, namun mereka hanyalah menjadi jadi korban daripada sistem radikal seperti apa yang di utarakan sebelumnya. Para siswa sebagian ada yang tidak paham dengan kurikulum yang berlaku di negeri ini. Mereka hanya sekedar tahu namun tidak memahami sistemnya bagaimana. Apakah ini yang dinamakan dengan calon generasi penerus bangsa? Inilah yang dijadikan sebagai cambuk para pendidik yang harus dipikirkan dari sekarang. Kemungkinan jika hal ini dibiarkan akan berdampak ke prestasi siswa yang tidak maksimal. Mengingat bahwa misi pendidikan adalah memungkinkan setiap orang, tanpa kecuali, mengembangkan sepenuhnya semua bakat individu, dan mewujudkan potensi kreatifnya, termasuk tanggung jawab terhadap hidup sendiri, dan pencapaian tujuan pribadi. Misi ini akan dapat tercapai dengan melalui strategi yang disebut belajar.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengajukan judul skripsi “Pandangan Guru tentang Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ke kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA Negeri 2 Temanggung”.
3. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana tanggapan dan prediksi guru di SMA Negeri 2 Temanggung dengan adanya perubahan kurikulum yang radikal?
2. Bagaimana dampak adanya perubahan kurikulum terhadap prestasi belajar para siswa di SMA Negeri 2 Temanggung?
4. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pandangan dari para guru selaku tenaga pendidik tentang adanya perubahan kurikulum di Indonesia ini terhadap siswa SMA Negeri 2 Temanggung.
2. Untuk mengetahui dampak perubahan kurikulum terhadap hasil prestasi belajar siswa SMA Negeri 2 Temanggung.
5. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan teori/ konsep-konsep tentang efektivitas penerapan model pembelajaran terhadap prestasi belajar serta sebgai bahan masukan bagi peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
1) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan mengetahui perbedaan tentang kurikulum yang pernah ada hingga sekarang.
2) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi pendidik dalam memberikan pemahaman kurikulum yang berlaku agar prestasi belajar dapat hasil yang maksimal dan dapat memberikan pandangan yang efisien agar tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum.
3) Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat memberikan kepada pihak sekolah untuk dapat memberlakukan kurikulum yang antara pendidik dan siswa dapat memahami sehingga prestasi siswa dapat dicapai dengan maksimal.
6. PENEGASAN ISTILAH
Beberapa istilah penting yang perlu ditegaskan dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Prestasi belajar
Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara itu prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
2) Kurikulum
Kurikulum berasal dari kata cunriculae yang mempunyai arti yaitu seperangkat sistem dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan atau tanggung jawab sekolah lembaga sekolah atau lembaga pendidikan beserata pengajarnya.
Kurikulum menurut Baedhowi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas).
a) Kurikulum KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Adalah Berdasarkan pengertian kurikulum dan kompetensi diatas, maka kurikulum berbasis kompetensi merupakan satu bentuk kurikulum baru yang ada di dunia pendidikan, selain itu merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dan pengembangan kurikulum sekolah.
Menurut E. Mulyasa, kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar reformasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi.
Sedangkan menurut Nur Hadi dan Agus Gerrad Senduk dalam buku "Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK" menjelaskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan. Menurut Drs. Juwair, kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan, selain itu bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman, iptek, melalui proses akreditasi.
Kurikulum berbasis kompetensi juga diartikan kurikulum yang berisi sejumlah kompetensi yang dibutuhkan dan perlu dikuasai oleh pembelajar untuk menjalani kehidupan mereka baik mendapat pekerjaan, bekerja, malanjutkan studi maupun belajar sepanjang hayat, kompetensi tersebut disusun dan dikemas serta direkonstruksi sedemikian rupa sehingga memungkinkan dicapai dan dikuasai oleh pembelajar.
Kurikulum berbasis kompetensi ini berorientasi pada dua hal yaitu :
a. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
b. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya
Kurikulum berbasis kompetensi ini berorientasi pada dua hal yaitu :
a. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
b. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya
b) Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing – masing satuan pendidikan sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan potensi daerah, sekolah, dan peserta didik masing – masing satuan pendidikan, dengan mengacu pada SI, SKL, dan Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh BSNP.
7. LANDASAN TEORI
7.1 Teori Perubahan
7.1.1 Teori Evolusi
Teori evolusi melihat perkembangan manusia sebagai proses yang sifatnya multilinear, sebuah perkembangan dapat muncul dengan cara dan di masyarakat yang berbeda. Tren utama yang mendukung perspektif ini, yaitu:
1) Peningkatan kemampuan manusia untuk menguasai alam yang diakibatka oleh perkembangan teknologi.
2) Peningkatan spesialisasi dan divisi unit sosial, seperti grup, organisasi, dan institusi (diferensiasi sosial); serta
3) Peningkatan interdependensi (saling ketergantungan) antar unit-unit sosial.
7.1.2 Teori Fungsional
Teori fungsioanal memandang bahwa setiap elemen masyarakat memberikan fungsi terhadap elemen masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di suatu bagian masyarakat akan menimbulkan perubahan pada bagian yang lain pula.
7.2 Teori Belajar
Menurut Gestalt mengatakan bahwa keseluruhan daya memiliki prinsip-prinsip yang penting. Pesrta didik sebagai organisme yang dinamis, merupakan keadaan atau selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk mencapai tujuannya. Seseorang akan belajar jika insight, insight diperoleh jika individu melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu sehingga hubungan itu akan menjadi jelas baginya dan akhirnya dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Insight dirangsang dengan persoalan seseorang akan berusaha menghadapi persoalan yang ada sehingga memiliki daya respon yang tinggi terhadap lingkungannya, belajar diri adalah kesanggupan diri, belajar adalah upaya pengembangan diri dan intelektual kearah diferensiasi keberhsilan belajar adanya kematanagan dan pemahaman, keberhasilan belajar ditunjukkan dengan tujuan yang akan dan telah dicapai oleh yang bersangkutan, dan dalam proses belajar peserta didik diharapkan menjadi peserta yang efektif maksudnya tidak hanya menjadi bejana (peserta didik yang bagus).
Menurut Rooijakkes ada tahap-tahap pendidik agar mencapai prestasi sperti yang diharapkan yaitu
1) Motivasi Umum à menggugah motivasi, penjelasan kepada siswa tentang tujuan à membangun guru dan siswa, menggairahkan minat, mengusahakan usaha yang relevan, dan uraian tentang tujuan.
2) Perhatian pada pelajaran à mengarahkan dan memelihara tingkat perhatian siswa à menyebutkan secara singkat pokok-pokok masalah, mengendalikan tingkat perhatian siswa.
3) Menerima dan mengingat à merangsang reproduksi pengetahuan yang sudah ada (apersepsi), membuat bahan pelajaran berstruktur selama waktu belajar à mengarahkan perhatian pada pengetahuan yang sudah ada, mengusahakan stuktur yang berarti dan menjelaskannya serta bantuan.
4) Memproduksi à memperbesar daya ingat à menyampaikan pokok dengan jelas, keterkaitan, dan meringkas.
5) Generalisasi à meningkatkan transfer à membantu pelaksanaan transfer dan penggunaannya.
6) Menerapkan apa yang telah dipelajari à menunjukkan hasil belajar dengan menjawab pertanyaan, mendapatkan umpan balik à menyisipkan pertanyaan dalam kelas, tanggapan terhadap jawaban siswa.
7.3.1 Teori Kurikulum
Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : (1) pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori pendidikan interaksional.
1. Pendidikan klasik (classical education),
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Essensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.
2. Pendidikan pribadi (personalized education).
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator. Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey – memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
3. Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan..
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
4. Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional. Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.
8. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka adalah suatu bagian yang penting dalam penelitian. Tinjauan pustaka merupakan review dari penelitian sebelumnya yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. Hal ini penting untuk mengetahui kedudukan hasil penelitain terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, agar penulis dapat melihat bobot dari penelitain yang dia lakukan dan tidak terjebak pada pendangan yang sempit. Dengan tinjauan pustaka merupakan hasil penelitian sebelumnya baik berupa jurnal, skripsi, buku maupun dalam bentuk lain yang kemudian digunakan untuk pembanding dan acuan dalam penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian sebelumnya yang dituangkan dalam bentuk artikel oleh Fredik Kande ersitas Negeri Yogyakarta seorang mahasiswa memandang suatu kurikulum tentang kelemahan KTSP dan kekuatan KTSP. Sebagaimana lazimnya sebuah kurikulum, KTSP memiliki kekuatan sekaligus kelemahan. Artikel ini mencoba menelisiknya lebih jauh dari tiga mainstream, yakni globalisasi lokal; standar nasional pendidikan; dan kepentingan nation. Diharapkan dengan uraian ini terbentuk perspektif yang lebih luas dalam memandang KTSP yang sudah sedang diimplementasikan.
Kekuatan KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia. Sedangkan kelemahan KTSP adalah meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan standar kelulusan, di samping KTSP juga menyimpan potensi destruktif yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan secara konsisten menjalankan Pasal 72 PP 19/2005, dan mengimplementasikan pendidikan multikultural. Hal ini memicu hasil prestasi pada peserta didik ketika kurikulum KTSP diterapkan pada setiap lembaga pendidikan. Dalam artikelnya tersebut adanya dampak yang terjadi pada prestasi yang ditemukan karena adanya penurunsn prestasi pada siswa. Dikarenakan adanya kurikulum KTSP belum dipahami sepenuhnya oleh para guru walaupun setiap program yang dicanangkan dalam kurikulum sangatlah baik bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Permasalahan yang timbul sama saja dengan kurikulum KBK, sehingga kurang koordinasi antara elemen-elemen yang terkait, dan dokumen-dokumen yang ditemukan dalam pengamatannya belumlah memadai. Sehingga dalam penulisannya dituliskan suatu pernyataan bahwa guru kebanyakan mengejar target kelulusan siswanya daripada kesuksesan KTSPnya.
Kekuatan KTSP adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah dan sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong terjadinya proses "globalisasi lokal" di Indonesia. Sedangkan kelemahan KTSP adalah meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan standar kelulusan, di samping KTSP juga menyimpan potensi destruktif yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan secara konsisten menjalankan Pasal 72 PP 19/2005, dan mengimplementasikan pendidikan multikultural. Hal ini memicu hasil prestasi pada peserta didik ketika kurikulum KTSP diterapkan pada setiap lembaga pendidikan. Dalam artikelnya tersebut adanya dampak yang terjadi pada prestasi yang ditemukan karena adanya penurunsn prestasi pada siswa. Dikarenakan adanya kurikulum KTSP belum dipahami sepenuhnya oleh para guru walaupun setiap program yang dicanangkan dalam kurikulum sangatlah baik bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Permasalahan yang timbul sama saja dengan kurikulum KBK, sehingga kurang koordinasi antara elemen-elemen yang terkait, dan dokumen-dokumen yang ditemukan dalam pengamatannya belumlah memadai. Sehingga dalam penulisannya dituliskan suatu pernyataan bahwa guru kebanyakan mengejar target kelulusan siswanya daripada kesuksesan KTSPnya.
9. KERANGKA BERPIKIR |
10. METODOLOGI PENELITIAN
1.) Dasar penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bodygan dan Tylor metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilakn data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2004:3).
Penelitian kualitatif ini mengandung arti penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistikatau cara kuntifikasi lainnya dalam buku (Moleong, 2007:6).
Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari peneliti, hasil wawancara atau observasi, dan juga dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang mengarah pada penelitian studi kasus. Studi kasus adalah studi yang mengekplorasi suatu masalah dengan batasan yang terperinci, memiliki pengambilan data yang dilakukan mendalam dan menyertakan berbagai sumber yang dapat memperkuat data yang ada (Purnomo, 2010:19). Hal itu berarti menjadikan penelitian ini merupakan gambaran sebenarnya secara terperinci yang terjadi pada keadaan yang diamati di lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan berpedoman pada acuan dan fakta yang ada, yang pada tahap akhir dituangkan dalam bentuk analisis dan penjelasan mendetail mengenai permasalahan pada penelitian ini. Dan juga yang harus digarisbawahi adalah bahwa setiap data dan fakta yang diperoleh terlepas dari adanya tindakan intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu yang berniat mengaburkan atau mengubah data dan fakta yang ditemui dalam lapangan penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif karena adanya perkembangan dan perubahan kurikulum yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Semunya adanya penyempurnaan dalam kurikulum tersebut, guna menyesuaikan dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi serta menjawab tantangan arus globalisasi berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial lentur dan adaptif terhadap berbagai perubahan termasuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk menangani masalah ini, karena kurikulum bersifat berkelanjutan-kompleks-dinamis sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah satu elemen yang penting dari sebuah penelitian, karena disana lah seorang peneliti dapat memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang ditelitinya.
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. Peneliti akan melakukan penelitian di salah satu sekolah memengah atas yang berada di Kota Temanggung. SMA N 2 Temanggung adalah sasaran lokasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini, karena di SMA N 2 Temanggung masih menggunakan sistem kurikulum KTSP namun sudah menjadi sekolah berstandar internasional. Hal inilah yang menjadikan peneliti lebih tertarik untuk mengambil data-data untuk menjawab semua permasalahan. Peneliti merupakan salah satu alumni SMA tersebut maka akan memperlancar penelitian yang akan dilakukan nantinya.
3.) Fokus Penelitian
Fokus penelitian sendiri merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif, hal tersebut karena suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang bersumber dari pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah. Jadi fokus penelitian dalam suatu penelitian kualitatif sebenarnya merupakan masalah itu sendiri. ( Moleong 2002:62).
Keterbatasan masalah tentang perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ke Kesatuan Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), peneliti mempunyai batasan yang akan diteliti dalam lapangan. Meliputi tentang sistem perubahan yang radikal yang dilakukan oleh para petinggi pendidikan yang tanpa memikirkan para pendidik dan para peserta didik sebagai korban dari perubahan ini. Selanjutnya, peneliti akan menfokuskan kedalam diri siswa sebagai peserta didik yang merupakan salah satu komponen penggerak dalam dunia pendidikan. Peneliti juga menfokuskan penelitian ini terhadap penggerak dalam dunia pendidikan yaitu para pengajar. Mereka di lapangan kebanyakan didapati yang tidak paham tentang kurikulum yang berubah dari KBK ke KTSP. Hal inilah sangatlah membawa dampak yang sangat fatal terhadap generasi penerus bangsa ini. Pastinya dalam penelitian ini, acuan yang menjadi bahan utama adalah adakah pengaruh perubahan kurikulum terhadap prestasi siswa yang menurut pandangan para pengajar/ guru.
4.) Subjek Penelitian
Subyek penelitian merupakan orang yang akan diteliti dalam berjalannya sebuah penelitian. Keberadaan subyek penelitian merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan. Namun adakalanya juga subyek penelitian tidak dibutuhkan dalam sebuah penelitian, tapi hal itu sangatlah jarang terjadi. Secara keseluruhan subyek merupakan hal yang pokok perlu ada pada sebuah penelitian.
Subyek penelitian ini tertuju pada para pengajar/ guru di SMA N 2 Temanggung pada mata pelajaran yang mengampu pada kelas-kelas yang akan dipilih sebagai pengambilan data. Selain itu pada siswa juga dijadikan subyek penelitian untuk mendukung data-data yang diperlukan.
5.) Informan Penelitian
Keberadaan subyek penelitian sangatlah penting pada sebuah penelitian, tetapi keberadaan informan juga penting bila dibandingkan dengan subyek penelitian tersebut. Informan sendiri dapat diartikan sebagai orang yang memberikan informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun keterangan tentang subyek penelitian (orang-orang yang diteliti).
Kedatangan para informan yang diharapkan adalah guru-guru kelas, siswa di SMA N 2 Temanggung. Kedatangan informan ini sangatlah mendukung data-data yang diperlukan nantinya.
6.) Sumber Data Penelitian
a) Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan informan yang ada di lapangan. Responden dalam penelitian ini adalah para guru-guru kelas yang masih aktif mengajar yang melaksanakan tugasnya dengan mensukseskan kurikulum KTSP saat ini. Para guru yang mempunyai pandangan yang berbeda dengan adanya pemerintah yang selalu mengubah kurikulum tanpa melihat di lapangan. Dan para siswa yang merupakan komponen yang dijadikan sasaran adanya perubahan kurikulum ini. Nantinya bisa dilihat dan dipahami tentang perubahan kurikulum yang terus menerus dengan prestasi siswa didik yang akan maju atau bahkan sebaliknya.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang relevan dengan tema penelitian ini.
11. Metode Pengumpulan Data
1.) Observasi
Metode pengumpulan data berupa observasi adalah teknik pengumpulan data yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari belbagai proses biologis dan psikologis (Sugiyono, 2010:203). Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant.
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembukuan terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
2.) Wawancara
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang terlibat di dalam masalah penelitian tersebut.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemikan permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin hal-hal yang responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya kecil/ sedikit ini dalam buku (Sugiyono, 2010:194). (Moleong, 2007:186) menyatakan “wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu”.
Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap subyek penelitian dan informan penelitian, hal ini agar dapat diperoleh data semaksimal mungkin yang pada nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan masalah pada penelitian ini.
1.) Teknik Analisis Data
Menurut pendapat Bogdan dandan Biklen (1982) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2006:248).
Analisis data dilakukan dengan mengkaji makna yang terkandung di dalmnya. Kategori data, kriteria untuk setiap kategori, analsisi hubungan antar kategori dilakukan peneliti sebelum membuat interpretasi. Peranan statistik tidak diperlukan karena ketajaman analisis peneliti terhadap makna dan konsep dari data cukup sebagai dasar dalam menyusun temuan penelitian karena dalam penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif artinya data yan g dianalisa dalam bentuk deskriptif fenomen tidak berbentuk angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Menurutt Patton dalam Moleng 2000:103 adapun tahapan analisi data adalah :
- Pengumpulan data
Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
- Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlanya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat dengan teliti dan rinci. Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting sehingga hal-hal yang tidak perlu atau tidak terkait dengan masalah penelitian dapat dihilangkan.
- Penyajian data
Setelah data selesai direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Diharapkan setelah data disajikan peneliti dapat menarik kesimpulan dan mengambil suatu tindakan.
d. pengambilan keputusan atau verifikasi
verifikasi adalah pemeriksaan tentang benar tidaknya hasil penelitian dari hasil penelitian yang direduksi kemudian disajiakan langkah terakhir yaitu kesimpulan.
2.) Validitas Data
Untuk pengujian validitas data dalam penelitian ini dipergunakan teknik triangulasi. Teknmik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2005:330). Menurut pendapat Denzin (dalam Moleong, 2005:330) terdapat empat teknik triangulasi antara lain menggunakan sumber, metode, penyidik, dan teori. Triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Kegiatan pemeriksaan terhadap sumber lain, peneliti melakukan terhadap (1) para guru kelas, (2) guru yang menjabat sebagai wali kelas, dan para siswa.
Dengan adanya triangulasi data, peneliti dapat mengetahui bagaiman pandangan dari para guru sebagai pelaksana dalam dunia pendidikan yang menanggapi dan menghadapi perubahan kurikulum terhadap prestasi hasil penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah, Nomor 19, Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
http://www.kurikulumpengertiankurikulumberbasiskompetensi.com. (diunduh pada hari rabu, 12 juli 2011).
http://www.kurikulumpengertiankurikulumKTSP.com. (diunduh pada hari rabu, 12 juli 2011).
Kande, fredik. 2008. Artikel tentang Kelemahan dan Kekuatan Kurikulum KTSP. Yogyakarta.
Moleong, J. Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Purnomo, Arif. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Slamet P. H. (2005). Handout Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.
Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wh, Soedarno, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Semarang: FIS UNNES.
1 komentar:
aertikel yang di posting ini alangkah baiknya menurut saya jika judul artikel itu tidak menggunakan judul latihan mencoba membuat proposal penelitian. ini sama saja dengan tugas kuliah anda.
Posting Komentar